Analisis Modal Operasional Ayam Broiler
Modal operasional adalah modal yang harus dikeluarkan oleh peternak dalam satu periode pemeliharaan dan ini masuk ke dalam kategori modal tidak tetap (berubah sesuai dengan keadaan).
Adapun hal- hal yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah modal yang harus dikeluarkan oleh peternak bergantung pada beberapa hal, diantaranya:
1. Besar kecilnya skala usaha yang didirikan, semakin besar skala usahanya, maka semakin besar pula modal yang harus disediakan.
2. Bentuk sistem usaha yang terkait secara umum dalam bisnis budidaya ayam pedaging, ada dua sistem, yaitu mandiri dan kemitraan.
Oleh karena itu kita perlu menghitung dan mengestimasikan anggaran yang tepat dan sesuai dengan kapasitas serta besaran skala yang akan kita lakukan. Agar dapat meraih keuntungan secara maksimal serta terhindar dari potensi kerugian.
Berikut akan dijelaskan secara ringkas gambaran umum tentang modal operasional yang diperlukan untuk memelihara ayam broiler dengan populasi di angka 5.000 ekor, dan akumulasi biaya operasional yang dikeluarkan tidak berikut dengan pembuatan kandang atau sewa kandang, karena itu masuk ke dalam kategori modal tetap.
1. Sistem Mandiri
Sistem Mandiri, adalah sistem usaha ayam pedaging dengan modal sepenuhnya ditanggung oleh peternak. Dari mulai penyediaan bahan baku (DOC, pakan, OVK) serta operasional dalam satu periode.
Gambaran umum yang perlu diketahui jika memelihara dengan kapasitas 5.000 ekor, dengan sistem mandiri serta dilakukan sendiri, dengan tidak menggunakan karyawan.
NO |
Bahan Baku |
Estimasi Harga |
Total Pengali |
Jumlah yang Harus dikeluarkan |
1 |
DOC |
Rp.
6.000 |
5.000 ek |
Rp.
30.000.000 |
2 |
PAKAN |
Rp.
8.300 |
11.500 Kg* |
Rp. 95.445.000 |
3 |
OVK |
Rp.
500 |
5.000 ek |
RP. 2.500.000 |
Jumlah |
RP. 127.945.000 |
Catatan:
*Contoh settingan pakan dengan jumlah 2.3 Kg/ekor, untuk menghasilkan bobot 1.61 Kg/ekor, serta efisiensi 70% dari pakan menjadi daging, namun untuk pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan serta target pasar.
No |
Nama Operasional* |
Harga** |
Kebutuhan*** |
Jumlah |
1 |
Sekam |
Rp. 5.000 / Zax |
250 zax |
Rp. 1.250.000 |
2 |
Kayu Bakar |
Rp. 100.000 /Kubik |
15 Kubik |
Rp. 1.500.000 |
3 |
Listrik |
Rp. 450.000 |
1 periode |
Rp. 450.000 |
4 |
Sembako |
Rp. 40.000 /Hari |
30 hari |
Rp. 1.200.000 |
5 |
Anggaran Lain: Jika tidak dilakukan sendiri 1.
Turun
pakan 2.
Panen 3.
Cuci
Kandang |
Rp.
1.500.000 |
1
periode |
Rp. 1.500.000 |
TOTAL |
RP. 5.900.000 |
Catatan :
* Disesuaikan dengan kebutuhan/selera/ketersediaan di lingkungan atau bahan apa yang akan digunakan oleh tiap peternak, di atas hanya gambaran pada umumnya saja
**harga dapat berbeda-beda tergantung wilayah atau ketersediaannya di wilayah tersebut
***kebutuhannya pun dapat disesuaikan dengan kemampuan peternak atau kondisi ayam pada saat pemeliharaan.
Dari gambaran di atas, kita dapat menghitung berapa operasional yang dapat atau harus dikeluarkan secara mandiri, sebagai berikut:
Total Bahan Baku |
Rp. 127.945.000 |
Total
Operasional |
Rp. 5.900.000 |
Jumlah |
RP. 133.845.000 |
Setelah diketahui modal di atas, kita juga harus mengetahui modal yang dikeluarkan dalam modal per/ekor pemeliharaan, atau yang dikenal dengan istilah HPP.
Maka cara yang digunakan adalah:
Total pengeluaran : 133.845.000 = Rp. 26.769/ek
Total pemeliharaan 5.000
Setelah diketahui hasil modal pemeliharaan kita di atas, maka kita tinggal menjualnya saja (jika sudah mau di panen), dengan harga di atas modal tersebut, namun biasanya, harga tidak bisa mengikuti kehendak kita sendiri, melainkan mengikuti harga pasar yang sedang berlaku di waktu tersebut, dan juga biasanya harga jual ayam tidak dalam satuan ekor, melainkan dalam satuan kilogram.
Untuk itu modal kita di atas tinggal kita bagikan dengan capaian bobot yang sesuai dengan kondisi di kandang. Maka kita wajib mengetahui modal kita dalam satuan kilogram, atau lebih dikenal dengan istilah HPP/kg
Jika melihat data di atas, maka bobot capaian yang harus dihasilkan adalah 1.61 kg/ekor, maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut,
HPP/ekor : 26.769 = Rp. 16.626/Kg
Capaian bobot 1.61
Setelah mengetahui HPP/kg, maka kita tinggal menyesuaikan waktu panen yang sesuai dengan yang kita inginkan, dengan pertimbangan melihat harga pasarnya.
Adapun hal-hal yang perlu kita waspadai, diantaranya:
a. Harga pasar yang pergerakannya dinamis serta fluktuatif, sehingga perlu perencanaan matang, serta market yang jelas, karena jika proses panen terhambat maka dipastikan HPP pun akan naik.
b. Kondisi Ayam yang dipelihara pun harus selalu dijaga kesehatannya serta tercukupi kebutuhan pakannya, sehingga tidak ada masalah lain mengganggu dalam proses pemeliharaan, yang bisa mengakibatkan modal atau HPP menjadi naik.
2. Sistem kemitraan
Berbeda dengan sistem mandiri, sistem kemitraan yaitu sistem yang mana peternak tidak perlu mengeluarkan seluruh biaya yang dibutuhkan dalam periodisasi pemeliharaan. Dalam sistem ini biasanya merupakan kerja sama antara peternak dengan pihak kemitraan (apa pun namanya), yang mana kewajiban dari kemitraan adalah menyediakan Bahan baku (DOC, Pakan, OVK), tenaga teknis (PPL), serta dapat menjamin pemasaran hasil ternak dari peternak. Sedangkan peternak cukup menyediakan kandang, serta modal operasional (seperti contoh atas tanpa pembelian bahan baku).
Adapun dalam sistem ini, harga panen tidak terpengaruh dengan fluktuasi harga pasar. Melainkan titik utama yang menjadi poin penting adalah pemeliharaan ayamnya harus sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh pihak kemitraan. Sehingga pada saat panen selesai, peternak akan dibayar sesuai dengan harga kontrak yang telah disepakati.
Cara penghitungannya kurang lebih sama dengan sistem mandiri, namun biasanya ketika peternak mandiri terpaku kepada harga pasar, berbeda dengan kemitraan yang harus melihat harga kontrak untuk perbandingan harga jualnya.
Dan perlu dijelaskan yang menjadi titik poin utama penghitungan pembayaran yang harus di bayar oleh peternak adalah harga bahan bakunya disesuaikan dengan nilai kontrak daging yang telah disepakati.
Sehingga jika modal yang dimiliki ada di bawah nilai kontrak, maka peternak akan mendapat untung. Namun sebaliknya, jika modal atau HPP peternak berada di atas nilai kontrak yang dikeluarkan atau disepakati, maka peternak akan mengalami kerugian serta harus membayar ganti rugi ke pihak kemitraan.
Contoh analisis datanya adalah sebagai berikut:
Jika mengambil data yang sama,
NO |
Bahan Baku* |
Estimasi Harga** |
Total Pengali*** |
Jumlah yang Harus dikeluarkan |
1 |
DOC |
Rp.
6.000 |
5.000 ek |
Rp. 30.000.000 |
2 |
PAKAN |
Rp.
8.300 |
11.500 Kg |
Rp. 95.445.000 |
3 |
OVK |
Rp. 500 |
5.000 ek |
RP. 2.500.000 |
Jumlah |
RP. 127.945.000 |
Catatan:
*Bahan baku yang di sediakan berbeda-beda tergantung kemitraan
**Estimasi harga pun berbeda-beda tergantung dari kemitraan yang telah disepakati
***jumlah pakan yang dibutuhkan pun berbeda-beda serta populasi pun berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan
per ekornya adalah
Total pengeluaran : 127.945.000 = Rp. 25.589/ek
Total pemeliharaan 5.000
Lalu HPP per kilogramnya, jika bobot yang ditargetkan sama di angka 1.61 kg/ek
Maka HPP per kilogramnya adalah:
HPP/ekor : 25.589 = Rp. 15.894/Kg
Capaian bobot 1.61
Lalu, peternak tinggal melihat harga bayar di kontrak yang telah di sepakati, Misal Harga bayar di bobot 1.61 kg/ekor adalah Rp. 18.000/kg
Maka tinggal menghitung
Harga Kontrak/Kg – HPP/Kg : Rp. 18.000- Rp. 15.894 = Rp. 2.104/kg
Dan jika ingin mengetahui pendapatan per ekor
Maka tinggal menghitung:
Pendapatan Per/Kg x Capaian bobot : Rp 2.104 X 1.61= Rp. 3.391/ekor
Data tersebut adalah gambaran umum jika seandainya, hasil pemeliharaan maksimal dan sesuai dengan target pemeliharaan, serta perlu dipahami, pendapatan tersebut di luar dari operasional peternak yang telah dikeluarkan
Dan juga bisa saja terjadi kemungkinan di mana peternak mengalami kerugian, yakni modal HPP peternak bayar ke pihak kemitraan, berada di atas harga kontrak yang telah di sepakati, sehingga petenak perlu mengganti rugi ke pihak kemitraan.
Adapun pemicu menyebabkan kerugian adalah salah satunya sebagai berikut:
1. Manajemen pemeliharaan yang tidak maksimal, sehingga capaian bobot yang ditargetkan tidak tercapai.
2. Angka kematian ayam yang tinggi.
3. Kesehatan ayam yang tidak terjaga, dll.
Sehingga peternak perlu memaksimalkan proses pemeliharaan serta berkonsultasi dengan tenaga teknis yang telah disiapkan oleh pihak kemitraan.
Itulah gambaran umum analisis operasional yang perlu diketahui serta dikuasai oleh peternak, dengan sistem apa pun yang disesuaikan dengan keinginan serta kondisi peternak, agar dapat mencapai hasil yang diinginkan dan tidak mengalami kerugian, sehingga peternak perlu mempertimbangkan serta memperhitungkan semua aspek.
Selain itu di zaman era digitalisasi ini sudah banyak aplikasi yang membantu memudahkan peternak dalam proses pemeliharaan, salah satunya adalah aplikasi Agrinis Farm, yang mana salah satu di dalamnya memuat fitur yang dapat membantu peternak untuk mencatatkan apa saja yang telah dikeluarkan oleh peternak sebagai operasional, lalu memudahkan kita sebagai peternak dalam mendapatkan rincian modal kita secara cepat dan tepat tanpa menghitung manual, sehingga kita dapat menentukan keputusan secara cepat dari proses pemeliharaan yang sedang kita jalani.
Oleh: Dedi & Vina, Agrinis.