5 min read

Cekaman Panas dan Pengaruhnya Pada Performa Ayam Broiler

Cekaman Panas dan Pengaruhnya Pada Performa Ayam Broiler

Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi sumber pangan kaya protein hewani masyarakat Indonesia dan dunia, karena sifat proses produksi yang relatif cepat (kurang lebih dipelihara selama 4 minggu) untuk menghasilkan bobot badan yang sesuai dengan kebutuhan pasar (1 s/d 3kg, tergantung pada daerah pemasaran). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi performa produksi ayam broiler adalah faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dan lingkungan. Faktor genetik ayam tergantung pada produsen ayam broiler yang telah mengembangkan ayam berdasarkan sifat dan karakteristik tertentu, sedangkan yang menjadi poin dan perhatian utama pemeliharaan di Indonesia adalah faktor lingkungan, karena lingkungan di Indonesia yang beriklim tropis dan memiliki rentang suhu yang bisa menjadi sangat ekstrim antara siang dan malam, antar lokasi (dataran rendah dan dataran tinggi), antara bulan penghujan dan kemarau dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi perhatian dari para peternak modern dalam upaya melakukan modifikasi dan juga pengontrolan “iklim mikro” yang ada di kandang, sehingga ternak akan menjadi lebih nyaman dan dapat menghasilkan nilai performa yang menjadi lebih baik/optimal.

Di Indonesia yang beriklim tropis, suhu lingkungan di dataran rendah, di musim kemarau dapat mencapai suhu 33 – 34 ºC. Kenaikan suhu dari 21,1 ºC menjadi 32,2 ºC menyebabkan konsumsi ransum akan berkurang hingga 20,2%, dengan demikian suhu lingkungan sangat mempengaruhi penampilan produksi dari ayam broiler, karena ayam broiler akan berproduksi optimal pada rentang suhu lingkungan / kandang 18 – 21 ºC. Ayam broiler pada periode stater kebutuhan suhunya mulai 29 – 35 ºC, dan pada periode finisher membutuhkan suhu 20 ºC. Suhu yang ada di dalam kandang, pada dasarnya adalah berupa panas lingkungan yang berasal dari matahari dan dari panas yang dikeluarkan oleh tubuh ayam.

Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai 34 ºC dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman panas (heat stress). Ayam broiler termasuk hewan homeothermis yaitu hewan yang memiliki suhu nyaman berkisar 24 ºC untuk dapat berproduksi secara optimal, akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relative konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernafasan (ayam akan melakukan panting dan terengah-engah, serta sering ditemui ayam yang menempelkan punggung atau bagian dada ke lantai dan memasukkan kepalanya ke bagian bawah alas kandang panggung, untuk mendapatkan udara segar dan juga induksi panas tubuh ke dinding kandang) dan jumlah konsumsi air minum menjadi lebih meningkat serta penurunan konsumsi ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah, diakibatkan dari konsumsi pakan yang menjadi menurun. Tingginya suhu lingkungan dapat juga menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan (Miller and Madsen, 1993).

Apabila ayam broiler dipelihara pada suhu 28 °C dan 32 °C, pertanyaannya manakah yang terbaik? Dari riset yang dilakukan ternyata menunjukkan bahwa ayam pedaging yang dipelihara pada suhu 28 ºC konsumsi pakannya lebih banyak dibandingkan dengan ayam pedaging yang dipelihara pada suhu 32 ºC. Hal ini disebabkan karena ayam pada suhu 32 ºC mendapat cekaman panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pada perlakuan 28 ºC, sehingga ayam pada suhu 32 ºC menurunkan konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyu (1998) menyatakan bahwa konsumsi pakan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bangsa ayam, tingkat produksi, temperature lingkungan, sistem kandang, periode pertumbuhan dan adanya penyakit. Kusnadi (2006) menyatakan bahwa tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman panas. Ayam broiler termasuk hewan homeothermis, akan mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum.

Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Konsumsi Air Minum

Ayam broiler yang dipelihara pada suhu 28 ºC konsumsi air minumnya lebih sedikit dibandingkan dengan ayam pedaging yang dipelihara pada suhu 32 ºC. hal ini disebabkan karena pada suhu 32 ºC ayam mengalami cekaman panas yang menyebabkan penimbunan panas dalam tubuh. Untuk mengurangi penimbunan panas ayam berusaha mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi air minum. Rasyaf (1993) menyatakan bahwa kebutuhan air minum tergantung pada temperatur kandang. Iklim di Indonesia yang tropis menyebabkan kebutuhan air minum ayam pedaging menjadi lebih besar dibandingkan di tempat yang bertemperatur lebih dingin.

Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Pertambahan Bobot Badan

Ayam broiler yang dipelihara pada suhu 28 ºC pertambahan bobot badannya lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pedaging yang dipelihara pada suhu 32 ºC, Hal ini disebabkan karena ayam pada suhu 32 ºC mengalami cekaman panas (heat stress) yang mengakibatkan menurunnya nafsu makan yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan. Ditambahkan oleh Jull (1982) dalam makalah jurnalnya dan menyatakan bahwa persentase kenaikan bobot badan dari minggu ke minggu berikutnya selama periode pertumbuhan tidak sama. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik (strain ayam), jenis kelamin, lingkungan, faktor manajemen pemeliharaan, kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Lebih lanjut Rasyaf (1993) menyatakan bahwa bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi, dengan demikian perbedaan kandungan zat-zat makanan dan banyaknya volume pakan yang termakan seharusnya memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam karena kandungan zat-zat makanan yang seimbang untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal. Hal ini juga berdampak pada konversi pakan dari ternak dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah bentuk fisik pakan, bobot badan, kandungan nutrisi pakan, lingkungan tempat pemeliharaan, strain, dan jenis kelamin (Jull,1982). Nasheim, Austic dan Card (1979) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap konversi pakan adalah suhu yang kurang nyaman, penyakit dan persediaan pakan atau air minum yang terbatas, faktor genetik, tata laksana pemeliharaan, suhu lingkungan, kualitas pakan, kepadatan kandang dan penyakit. Demi menjaga kestabilan suhu kandang dan menghindari bobot badan ayam yang terus menurun, maka penggunaan alat pengukur suhu yang akurat bisa menjadi sebuah solusi bagi para peternak ayam. Dengan menggunakan alat pengukur temperatur dan kelembaban Radar, Anda dapat menghindari cekaman panas pada ayam. Radar mampu membaca suhu udara yang tepat dan langsung terkoneksi pada smartphone Anda. Letakkan Radar pada area kandang ayam Anda agar Anda dapat melihat ayam mendapatkan suhu berapa derajat yang dihasilkan dari dalam kandang ayam Anda. dengan begitu Anda bisa meminimalisir sekaligus mencegah terjadinya cekaman panas pada ayam. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai alat Radar, silahkan klik laman di bawah ini: Radar

Faktor lingkungan yang baik sebagai kunci produksi yang baik

Dari beberapa pemaparan di atas, hal itulah yang menjadikan dasar mengapa para peternak harus juga memperhatikan faktor lingkungan selain dari pakan yang baik, yaitu suhu dan kelembaban kandang, karena pada dasarnya selain faktor genetik, ada faktor lain yang juga mempengaruhi ternak, yaitu faktor lingkungan yang harus dijaga sebaik mungkin. Itulah mengapa sekarang banyak kandang dibuat dengan system closed house, ataupun system terbuka dan dibuat dengan memperhatikan faktor sanitasi udara yang baik. Di beberapa kandang yang jauh lebih modern, juga memanfaatkan penggunaan IoT sebagai alat untuk memantau suhu, kelembaban dan faktor lainnya yang ada di kandang, sekaligus mencatatkan hasil pengukurannya ke dalam system yang dapat dibuka secara online di mana pun dan kapan pun selama ada koneksi internet, sekaligus mengkoneksikan dengan alat yang lain dengan jaringan dan alat IoT yang lain sehingga bisa diambil tindakan secepatnya, karena alat tersebut juga akan memberikan peringatan awal (early warning) jika ada data yang tidak sesuai dan terukur di alat, sehingga kerugian peternak karena adanya faktor lingkungan yang berubah-ubah setiap saat dapat diminimalkan sekecil mungkin.


Oleh: Dedi & Vina, Agrinis.