10 min read

Fase Finisher

Fase Finisher

Masa finisher adalah masa akhir pemeliharaan ayam pedaging yang berlangsung sejak umur 22 hari hingga panen, yaitu sekitar umur 35-42 hari. Meski bukan disebut sebagai fase kritis pemeliharaan dan hanya melanjutkan pemeliharaan masa starter, namun di periode ini ayam pedaging tetap harus tercukupi segala kebutuhannya agar berhasil mencapai target bobot panen yang maksimal. Hal-hal negatif sekecil apapun harus sebisa mungkin dihindari. Hal negatif yang biasa terjadi pada masa finisher misalnya stress akibat pergantian ransum, feses yang semakin banyak, kurangnya ventilasi, kepadatan yang terlalu tinggi, masalah bau kandang, ancaman heat stress (stress panas) masalah leg quality (kualitas tulang kaki), dll.

A. Memelihara Saluran Pencernaan

Memasuki umur minggu ke-3, perhatian kita akan bergeser ke masalah kesehatan saluran pencernaan (usus) karena jumlah konsumsi ayam pedaging makin meningkat setiap harinya. Begitu juga dengan konsumsi air minum. Tingginya konsumsi secara langsung memaksa saluran pencernaan ayam dan mikroflora di dalamnya bekerja ekstra keras mencerna dan menyerap nutrisi ransum. Pergantian ransum dari jenis ransum starter ke finisher pun menuntut adanya adaptasi dan mikroflora usus. Tak ayal kondisi-kondisi tersebut menyebabkan mikroflora usus rentan mengalami stress dan tidak bisa bekerja optimal. Belum lagi jika ransum yang diberikan kualitasnya buruk sehingga organ pencernaan terluka atau tidak bisa berfungsi optimal. Dampaknya, proses penyerapan nutrisi pun akan terganggu dan ayam mudah terserang bibit penyakit.

Perlu kita ketahui juga bahwa mukosa usus memainkan peran penting dalam sistem kekebalan lokal karena di sepanjang mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA) serta satu organ limfoid sekunder yaitu caeca tonsil (terletak di perbatasan usus buntu). Jika jaringan dan organ limfoid ini mengalami gangguan atau kerusakan, maka benteng pertahanannya di lapisan usus pun akan menurun dan ayam mudah terserang bibit penyakit.

Secara umum, organ pencernaan ayam bermula dari paruh dan berakhir di kloaka. Masing-masing organ memiliki fungsi yaitu:

· Paruh (Mulut)
Paruh berperan dalam pengambilan ransum yang akan masuk ke dalam rongga mulut. Di dalam mulut terdapat lidah dan kelenjar yang menyekresikan saliva (air liur) untuk membasahi ransum agar mudah ditelan. Saliva juga mengandung enzim pencernaan (amilase) yang akan memecah ransum secara kimiawi. Ternak ayam dan unggas lainnya tidak memiliki gigi sehingga ayam tidak mengunyah ransum. Ransum yang sudah dibasahi oleh saliva kemudian ditelan dan didorong menuju esofagus dengan bantuan lidah.

· Esofagus (Kerongkongan)
Esofagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah melebar jika ada ransum yang masuk. Pada organ ini dihasilkan pula lendir yang berfungsi membantu melicinkan ransum menuju tembolok.

· Tembolok

Tembolok (crop) merupakan pelebaran dari esofagus, berbentuk kantung yang berperan sebagai tempat menyimpan ransum sementara, kurang lebih selama 2 jam. Di dalam tembolok terdapat bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi ransum dan membunuh sebagian bakteri patogen yang ikut masuk bersama ransum. Pada tembolok juga terdapat saraf yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hipotalamus otak, sehingga banyak sedikitnya ransum yang terdapat dalam tembolok akan memberikan respon pada saraf untuk makan atau menghentikan makan. Selain itu, adanya jenis ransum atau benda lain yang berukuran besar dapat menyumbat saluran tembolok. Jika hal ini terjadi, maka ransum yang ada dalam tembolok tidak dapat lewat dan akan terjadi fermentasi berlebihan hingga dihasilkan gas yang akan semakin memperbesar tembolok

· Proventrikulus
Proventrikulus disebut juga perut kelenjar yang menyekresikan getah lambung (enzim pepsin dan asam klorida/HCI) untuk memecah ransum menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Pada proventrikulus, lintasan ransum sangat cepat sehingga secara nyata ransum belum dicerna sempurna.

· Ventrikulus (Gizzard/Ampela)
Organ ini dikenal pula sebagai lambung mekanik yang tersusun atas otot-otot yang kuat guna menggerus makanan yang terlumat oleh enzim-enzim pencernaan dari mulut dan proventrikulus Di dalamnya terdapat massa kerikil atau pasir kecil (grit) untuk membantu "mengunyah" makanan yang masuk. Karena ayam tidak memiliki gigi, maka keberadaan grit ini menggantikan fungsi gigi dalam mengunyah ransum. Grit dapat ikut tergerus akibat gerakan otot-otot ventrikulus. Oleh karena itu, ayam perlu mengkonsumsi grit tambahan dari luar untuk menggantikan keberadaan grit yang hilang tersebut.

· Usus Halus
Usus halus pada ayam terbagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Di dalam duodenum, ransum dicerna lagi oleh beberapa enzim. Setelah itu, ransum bergerak ke jejunum hingga ileum untuk diserap menuju peredaran darah. Di dalam usus halus terkandung pula berbagai bakteri, baik bakteri jahat (patogen) maupun bakteri baik. Jika jumlah bakteri patogen tetap terkontrol, maka ayam bisa mempertahankan status kesehatannya.

· Usus Buntu (Sekum)
Sekum merupakan dua saluran buntu yang menonjol keluar pada persimpangan antara usus halus dengan usus besar. Sekum berperan dalam proses penyerapan air dan memfermentasi sisa-sisa partikel ransum yang tidak terserap di usus halus.

· Usus Besar
Usus besar adalah saluran pendek yang merupakan saluran terakhir dari sistem pencernaan seekor ayam. Sebagian besar air akan diserap di dalam usus besar.

· Kloaka
Kloaka adalah muara akhir pembuangan dari saluran urine, saluran reproduksi (tempat keluar telur), dan saluran pencernaan. Urine dan feses akan dikeluarkan secara bersamaan.

Ayam pedaging yang sehat pasti memiliki nafsu makan yang baik. Namun jika nafsu makan menurun dan ayam terlihat lemah serta cenderung diam saja di tempat, boleh jadi ayam mengalami gangguan pencernaan. Penyebab turunnya nafsu makan ayam bisa dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi ayam, kualitas ransum, tempat ransum, frekuensi pemberian ransum, dan kondisi lingkungan. Faktor pertama dan kedua merupakan penyebab yang paling sering terjadi.

Terkait kondisi ayam, saat masa awal infeksi (masa inkubasi) biasanya nafsu makan ayam menurun. Penurunan nafsu makan ini kemudian akan diikuti penurunan bobot badan dan munculnya gejala klinis. Kondisi ayam juga bisa mempengaruhi tingkat konsumsi ransum, yaitu terkait perkembangan tembolok dan gizzard-nya. Pada dasarnya ayam akan mengkonsumsi ransum sesuai daya tampung tembolok dan gizzard-nya. Apabila sejak awal pemeliharaan, tembolok dan gizzard ayam tidak berkembang dengan baik, maka konsumsi pakannya juga akan rendah dan tidak sesuai dengan standar.

Dari faktor kualitas ransum, seringkali nafsu makan menurun diakibatkan oleh kualitas ransum yang tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun kandungan nutrisinya. Pada dasarnya ayam menyukai ransum yang masih segar, warnanya menarik, tidak apek, tidak berkutu, dan tidak berjamur. Menurut Ferket dan Gemat (2006), ayam juga cenderung memilih ransum yang memiliki ukuran hampir sama atau lebih kecil dari ukuran paruhnya, meskipun secara alami ayam mampu memperkecil ukuran ransum yang dikonsumsi. Di sisi lain tingginya kandungan serat kasar juga bisa mengakibatkan turunnya nafsu makan karena palatabilitas (tingkat kesukaan) ransum menurun.

Untuk mengontrol tingkat konsumsi ransum hendaknya kita mencatatnya dalam form recording dengan rapi dan lengkap. Tindakan ini akan sangat bermanfaat memberikan informasi terkait analisis penyebab tidak tercapainya target bobot badan ayam. Nafsu makan baik bila jatah ransum yang diberikan tidak tersisa. Di akhir minggu ke-3 (umur 28 hari) juga perlu dilakukan penimbangan bobot badan. Pastikan umur 28 hari bobot badan ayam berhasil mencapai bobot sekitar 1.37-1,68 kg. Selain itu, di awal masa finisher, pergantian jenis ransum dari ransum starter ke ransum finisher direkomendasikan agar dilakukan secara bertahap untuk meminimalkan stress dan memberi kesempatan bagi mikroflora usus beradaptasi terhadap perubahan komposisi ransum

Di lapangan, kesehatan saluran pencernaan ayam bisa digambarkan dari penampakan feses ayam. Ayam secara alami menghasilkan dua jenis feses yang keluar secara bersamaan, yaitu feses dari usus halus dan sekum. Feses dari usus halus normalnya bertekstur padat dan tidak mengandung ransum tidak tercerna, sedangkan feses dari sekum bertekstur lebih cair dengan warna coklat muda (creamy). Jika feses yang keluar semua teksturnya lebih cair (seperti berminyak) atau basah, warnanya tidak normal, dan banyak mengandung ransum tidak tercerna, maka ada indikasi saluran pencernaan ayam bermasalah (Broiler Signals, 2016). Untuk mengetahui penyebabnya, kita perlu menganalisis lebih jauh melalui pembacaan data recording, pengamatan gejala klinis yang lain, dan bedah ayam untuk melihat perubahan organ dalam tubuh.

Salah satu masalah yang saat ini ramai muncul di peternakan ayam pedaging memasuki minggu ke-3 pemeliharaan adalah kasus kekerdilan (slow growth). Kasus ini umumnya ditandai dengan kondisi bobot badan ayam yang lebih kecil dan jauh dari standar, serta bulunya yang tumbuh abnormal. Pertumbuhan bulu yang terhambat, dimana sampai umur 21 hari bulu di bagian bawah kepala masih berwarna kuning. Bulu bagian sayap juga terlihat terbalik atau patah, dan seolah-olah terlihat seperti baling-baling helicopter. Kelainan bulu ayam ini juga bisa menandakan bahwa terjadi masalah pada organ pencernaan ayam. Jika ayam dibedah, maka umumnya akan ditemukan kondisi usus "pentil" yang tidak berkembang atau lebih kecil dari usus normal. Dengan demikian, tidak ada salahnya jika di masa finisher ini kita harus jeli melihat kondisi ayam, termasuk kondisi bulunya.

Tips:

Pengamatan terhadap kualitas feses dan kondisi bulu ayam pedaging bisa menggambarkan kesehatan usus dan saluran pencernaan ayam.

B. Memelihara Saluran Pernapasan

Selain kesehatan sistem pencernaan, memasuki umur minggu ke-3 kita juga harus fokus menyoroti kesehatan sistem pernapasan. Secara umum, sistem pernapasan ayam terdiri dari saluran pernapasan (hidung, sinus hidung/infra orbitalis. laring, trakea, bronkus), paru-paru, dan kantung udara. Laring dan trakea tersusun atas otot dan tulang rawan. Pada permukaan dalamnya (epitel) terdapat lendir dan silia sebagai alat pertahanan terhadap masuknya benda asing. Sistem pernapasan pada ayam ini agak berbeda dengan mamalia karena dilengkapi dengan kantung udara yang mempunyai struktur dan fungsi yang unik, serta paru-paru yang tergolong sederhana (berukuran kecil dibanding mamalia).

Umur 21 hari ke atas menjadi masa kritis karena di umur itu feses dan amonia mulai menumpuk. Amonia dengan kadar tinggi bisa memicu kasus penyakit pernapasan misalnya cekrek ngorok. Hal ini tidak lain karena membran saluran pernapasan yang merupakan gerbang pertahanan terhadap infeksi bibit penyakit telah rusak akibat amonia. Pada level 20 ppm, amonia bisa mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia atau bulu getar) dan desiliosis (kerusakan silia), dan akhirnya merusak mukosa saluran pernapasan ayam. Akibatnya, bibit penyakit dengan leluasa masuk ke sistem pernapasan ayam yang lebih dalam hingga ke kantung udara.

Selain amonia, penyebab lain yang secara langsung menyebabkan gangguan sistem pernapasan ialah infeksi penyakit pernapasan seperti ngorok (CRD), snot (coryza), ND, AI, IB, ILT, dan aspergillosis. Agar gangguan pernapasan tidak muncul di masa finisher, kita bisa melakukan beberapa tindakan pencegahan yang komprehensif dengan:

· Mengatur sistem buka tutup tirai kandang dengan baik untuk membantu melancarkan sirkulasi udara dari luar ke dalam kandang, dan mengurangi kelembaban sehingga kadar amonia bisa terkendali.

· Menambahkan pemakaian kipas angin atau blower.

· Meminimalkan litter dan feses basah dengan berhati-hati saat penggantian air minum, dan mencegah tampias saat hujan sehingga pembentukan amonia bisa diminimalkan.

· Mengatur kepadatan kandang.

· Menggunakan bahan pengikat gas amonia.

Gejala yang tampak pada ayam yang mengalami gangguan pernapasan:

· Paruh/mulut kotor karena menyumbat.
· Ada lendir dengan mata berair (kor) dan panting (kanan).
· Panting (megap-megap) dengan menjulurkan tenggorokan.
· Mata berair.
· Selaput mata kemerahan.

C. Waspadai Heat Stress

Pada pemeliharaan ayam pedaging, semakin tua umur ayam, semakin besar pula jumlah konsumsi ransum dan laju pertumbuhan bobot badannya. Konsumsi ransum ini akan menghasilkan energi yang cukup tinggi, namun sayang di masa finisher hanya 25% energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (bergerak, bernapas) dan produksi (tumbuh dan berkembang). Sedangkan 75% sisanya diubah menjadi panas tubuh yang harus dikeluarkan (Broiler Signals, 2016). Akan tetapi karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat, ayam akan mengeluarkan panas melalui beberapa metode, yaitu:

· Konduksi: pelepasan panas melalui kontak langsung dengan benda padat, misalnya ayam menempelkan tubuhnya ke lantai kandang atau sisi tempat minum.

· Konveksi: pelepasan panas melalui aliran fluida. Contohnya melalui angin yang membawa panas tubuh ayam.

· Radiasi: memindahkan panas dari permukaan tubuh ayam ke udara sekitarnya, misalnya dengan cara melebarkan sayap.

· Evaporasi: pelepasan panas melalui proses evaporasi (penguapan). Contohnya dengan cara panting/gasping (megap-megap).

Mekanisme pengeluaran panas tubuh ini akan berfungsi normal (optimal) saat ayam dipelihara pada zona nyaman (comfort zone), dengan suhu kandang 25 - 28° C dan kelembaban 60-70%. Selain itu, untuk dapat mempertahankan suhu tubuh ayam tetap berada pada kisaran 40,5 - 41,5° C, ayam harus dipelihara pada zona nyaman (Etches et al., 2008). Jika suhu melebihi zona nyaman, maka ayam akan mengalami heat stress (stress panas). Kasus heat stress selama ini rawan terjadi pada ayam pedaging dewasa di masa finisher karena ayam telah memiliki bulu yang tumbuh sempurna sehingga sulit membuang panas tubuhnya. Ukuran tubuh yang besar pada ayam dewasa juga menghasilkan lebih banyak panas.

Ada dua jenis kasus heat stress, yaitu akut dan kronis. Heat stress akut terjadi saat suhu dan kelembaban meningkat drastis. Sedangkan heat stress kronis dipicu oleh meningkatnya suhu dan kelembaban dalam waktu yang relatif lama. Saat terjadi heat stress, ayam akan lebih sering panting dan cenderung membatasi konsumsi ransum sehingga asupan nutrisinya tidak terpenuhi, nilai FCR membengkak serta pertambahan bobot badannya menurun.

Selain itu, sistem kekebalan tubuh ayam juga akan melemah (bersifat immunosuppressive dan ayam akan kehilangan banyak energi dan cairan tubuh lewat pengeluaran panas tubuh sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh ayam terganggu. Dampak paling parah yang ditimbulkan ialah kematian. Kematian akibat heat stress ini terutama akan mulai terjadi saat suhu tubuh ayam mencapai 42⁰ C atau lebih.

Cara untuk mengantisipasi heat stress antara lain dengan:

1. Memperlancar Sirkulasi Udara di Sekitar Ayam

Langkah awal yang dilakukan untuk memperlancar sirkulasi udara tentu saja dengan memperhatikan struktur pembangunan kandang sebelum pemeliharaan. Pilih bahan atap yang mampu mereduksi (mengurangi) panas. Jika perlu gunakan sistem atap monitoring kandang sistem slat (panggung) dengan ketinggian 1,5-2 m juga bisa membantu memperlancar sirkulasi udara.

Penambahan blower atau kipas akan semakin meningkatkan kualitas udara di dalam kandang, hanya saja perlu diperhatikan kecepatan angin sebaiknya tidak lebih dari 25 m/s. Selain itu, arah aliran anginnya juga harus searah. Perhatikan jarak kandang dengan tebing maupun ketinggian pohon yang berada di sekitar kandang. Langkah selanjutnya untuk memperlancar sirkulasi ialah mengatur buka tutup tirai kandang. Saat cuaca panas, semua tirai bisa dibuka sehingga udara panas cepat berganti dengan udara dingin. Untuk kondisi kandangnya sendiri dapat dimodifikasi melalui "hujan buatan" pada siang hari dengan alat sprinkler atau nozzle yang dipasang di atap kandang.

2. Menyediakan Akses Air Minum

Ayam yang kepanasan akan meningkat konsumsi air minumnya. Oleh karena itu, sediakan air dingin (sekitar suhu 20 - 24°C sangat baik, atau < 30° C) dengan kualitas yang baik. Selain itu tambah jumlah tempat minum dan mendistribusikan secara merata agar semua ayam mendapat akses air minum yang cukup. Cegah pula sistem instalasi air minum menghangat dan terkena sinar matahari langsung dengan memberi atap pada tandon/torn air. Tom dan sistem air yang hangat bisa mempercepat pembentukan biofilm.

3. Mengatur Waktu Pemberian Ransum

Cara mendinginkan tubuh ayam ialah dengan tidak memberikan makan pada siang hari yang panas (antara pukul 11:00 dan 14:00) agar tidak dihasilkan lebih banyak panas tubuh. Ketika cuaca panas atau saat musim kemarau, berikan makan pagi (pukul 07.00-08.00) sebanyak 40%, makan sore (pukul 15.00) sebanyak 30%, dan makan malam (pukul 18.00) sebanyak 30%. Tindakan lainnya untuk memastikan feed intake ayam tercapai ialah membasahi ransum dengan sedikit air bervitamin. Namun harus diingat bahwa ransum harus habis dikonsumsi dan tidak boleh bersisa agar tidak ditumbuhi jamur.

4. Mengatur kepadatan ayam

Pengaturan kandang perlu dilakukan untuk membantu menciptakan kecukupan udara bersih. Kandang yang terlalu padat nantinya dapat menyebabkan suhu di dalam kandang pengap/panas. Hal tersebut dapat menyebabkan konsumsi air minum meningkat dan feses menjadi lebih basah sehingga gas amonia meningkat. Standar kepadatan ayam fase finisher yang ideal adalah 9-11 ekor/m. Kandang yang terlalu padat akan menyebabkan terjadi persaingan ayam untuk mendapatkan ransum, air minum atau oksigen.

5. Memberikan Suplemen

Suplemen yang sangat bermanfaat untuk mengantisipasi heat stress adalah vitamin dan elektrolit. Salah satu vitamin yang perlu diberikan adalah vitamin C. Pardue dan Thaxton (1986) menyatakan bahwa vitamin C dikenal sebagai antistress yang baik dan banyak diberikan pada unggas karena dibutuhkan dalam reaksi hidroksilasi pada kelenjar adrenal untuk menurunkan produksi hormon ACTH (hormon stress). Sedangkan menurut Piliang (2001), pemberian vitamin C dalam kondisi stress atau saat cekaman lingkungan tinggi, mampu mempertahankan konsentrasi vitamin C yang normal dalam plasma darah, karena ketika stress ayam tidak mempunyai kemampuan menyintesis vitamin C dalam jumlah yang cukup.

Selain vitamin C, pemberian elektrolit juga sangat dibutuhkan. Menurut Ahmad dan Sarwar (2006), kondisi ketidakseimbangan asam basa dalam darah saat stress dapat diperbaiki dengan suplementasi elektrolit melalui air minum. Dan tetap lakukan vaksinasi pada ayam agar kekebalan hasil vaksinasinya tetap optimal.


Oleh: Dedi & Vina, Agrinis.